Al-Khwarizmi diperkirakan hidup di
pinggiran Baghdad pada masa Khalifah al-Ma’mun (813 – 833) zaman Abasiyah,
sebagai anggota Bayt al Hikma Baghdad yang meneliti ilmu-ilmu pengetahuan dan
terjemah yang didirikan ayah al-Ma’mun. Pada masa Al-Khwarizmi hidup pula tokoh
lain yang juga ahli astronomi dan matematika seperti, Abu Ja’far Muhammad ibn
Musa al-Khwarizmi, salah satu dari tiga serangkai ‘Banu Musa ibn Shakir’ selain
Abdullah dan al-Khwarizmi sendiri. Hampir sebagian besar kesuksesan yang
dicapai al-Khwarizmi, seperti tulisan tentang astronomi dan aljabar didedikasikan untuk al-Ma’mun. Di pihak lain, Khalifah yang dikenal
juga seorang ilmuan tokoh pengetahuan dan sahabat al-Khwarizmi ini memberikan perhatian pada karya al-Khwarizmi dan memberikan berbagai penghargaan.
juga seorang ilmuan tokoh pengetahuan dan sahabat al-Khwarizmi ini memberikan perhatian pada karya al-Khwarizmi dan memberikan berbagai penghargaan.
Al-Khwarizmi kemungkinan besar
adalah satu-satunya ahli astronomi yang diikutsertakan dalam proyek pimpinan
al-Ma’mun untuk mengukur panjang satu derajat lingkar bumi sepanjang garis
busur. Sejak dia mengetahui bahwa bumi berbentuk seperti bola, suatu nilai yang
akurat untuk mengetahui lingkar bumi telah dicapai, yaitu panjang satu derajat
dikalikan dengan 360.
Al-Khwarizmi diungkapkan
mencoba untuk membuat ramalan tentang masa hidup Nabi Muhammad SAW melalui ilmu
astronomi. Dia hitung secara cermat waktu Nabi dilahirkan. Ia termasuk salah
seorang ahli perbintangan yang bekerjasama membuat sebuah Peta Dunia untuk
memenuhi permintaan al-Ma’mun, lalu terkenal dalam pembuatan Peta Ptolemy.
Sebagai “Bapak Ilmu Pengetahuan Aljabar” dia menulis buku berjudul Algebra,
yang kemudian diklasifikasi oleh para sejarawan matematika sebagai Dasar-dasar
Pengetahuan Matematika. Al-Khwarizmi adalah orang yang pertama kali
memperkenalkan ilmu aljabar dalam suatu bentuk dasar yang dapat diterapkan
dalam hidup sehari-hari. Hal ini berbeda dengan konsep aljabar Diophantus yang
lebih cenderung menggunakan aljabar untuk aplikasi teori-teori bilangan.
Penamaan tersebut bukan
berasal dari tulisan karya Al-Khwarizmi dan bukan ‘Aritmatika’ yang merupakan
tulisan Diophantus. Para ahli ilmu pasti kuno (termasuk Yunani)
mempertimbangkan bilangan sebagai suatu besaran. Ini terjadi ketika
Al-Khwarizmi memberi pemahaman angka sebagai sebuah hubungan murni di era
modern dimana ilmu pengetahuan aljabar salah satu bagiannya.
Karya Al-Khwarizmi berjudul
Kitab al-Jabr w’al-muqabalah (The Book of Restoring and Balancing)
menjadi titik awal aljabar dalam dunia Kata aljabar ini digunakan di dunia
Barat untuk obyek yang sama. Menurut Kasir (1931), kata aljabar berasal dari
tulisan Al-Khwarizmi yang mencantumkan ’al-jab’ sebagai judulnya. Tulisan ini
diterjemahkan (abad XII) ke dalam bahasa Latin oleh Gerhard Cremona dan Robert
Chester, dimana buku ini digunakan sebagai buku wajib matematika dasar di Eropa
hingga abad XVI.
Pengaruh lain yang berkait dengan
ilmu matematika adalah suku kata ”algoritm” yang dikonotasi sebagai sebuah
prosedur baku dalam menghitung sesuatu. Kata ini berasal dari perubahan versi
Al-Khwarizmi ke versi Latin ‘algorismi’, ‘algorism’ dan akhirnya menjadi
’algorithm’. Angka yang tertera dalam setiap halaman tulisan adalah salah satu
bukti peran Al-Khwarizmi dalam aritmatika aritmatika berbahasa Arab yang
pertama kali diterjemah ke bahasa Latin berperan penting dalam perkembangan
bilangan Arab dan sistem Bilangan yang diterapkan saat ini. Bahwa penggunaan
sistem Bilangan Arab dan notasi penulisan basis sepuluh, telah diperkenalkan
oleh Al-Khwarizmi, dapat dikatakan sebagai suatu revolusi perhitungan di abad
pertengahan bagi bangsa Eropa.
Karya
Aritmatika Al-Khwarizmi berjudul “Kitab al-jam wa’l-tafriq bi-hisab al-Hid
(Book of Addition and Subtraction by the Method of Calculation) kemungkinan
ditulis setelah mengerjakan Algebra. Edisi bahasa Arab telah hilang, tapi versi
Latin ditemukan tahun 1857 di perpustakaan Universitas Cambridge, diyakini
merupakan karya Al-Khwarizmi yang diterjemahkan Adelard of Bath pada abad XII.
Buku ini diterbitkan oleh B. Boncompagni dengan judul Algoritmi de numero
indorum (Roma, 1857) dan oleh Kurt Vogel dengan judul Mohammed ibn Musa
Alchwarizmi’s Algorithmus (Aalen, 1963). Karya ini dikenal pelajaran pertama
yang ditulis dengan menggunakan sistem bilangan desimal, merupakan titik awal
pengembangan matematika dan sains. Pelajar di Eropa mengaitkan Al-Khwarizmi
dengan ‘new aritmetic’ yang akhirnya menjadi basis notasi angka, dimana
penulisan angka Arab dikenal dengan istilah ’algorism’ atau ’algorithm’.
Hasil karya Al-Khwarizmi menjadi
penting karena merupakan notasi pertama menggunakan basis angka Arab dari 1
sampai 9,0 dan pola nilai-penempatan. Ini dilengkapi pula dengan aturan-aturan
yang diperlukan dalam bekerja denga menggunakan bilangan notasi Arab dan
penjelasan tentang empat basis operasi perhitungan, yaitu; penambahan,
pengurangan, perkalian dan pembagian. Ini juga mengakomodir bentuk-bentuk
penulisan angka yang lazim digunakan, yaitu penulisan dengan enam digit desimal
dan penggunaan tanda akar.
Diantara serangkaian notasi
bilangan Arab yang diperkenalkan Al-Khwarizmi, tidak terlalu signifikan
dibanding notasi nol digit. Tanpa keberadaan bilangan nol tabel-tabel yang
memiliki kolom dalam satuan puluhan, ratusan dan selanjutnya diperlukan untuk
menempatkan satu satuan bilangan sesuai fungsinya. Notasi nol disimbolkan
dengan sebuah ruang kosong dalam satu rangkaian angka, bentuk lingkaran kecil
ini sebenarnya merupakan salah satu temuan matematika yang terbesar. Notasi nol
juga membuka jalan bagi konsep penulisan bentuk positif dan negatif dalam
aljabar.
Ilmu
pengetahuan aljabar sendiri merupakan penyempurnaan terhadap pengetahuan yang
telah dicapai bangsa Mesir dan Babylonia. Kedua bangsa ini telah memiliki
catatan yang berhubungan dengan masalah aritmatika aljabar dan geometri pada
permulaan 2000 SM. Di dalam Arithmatica of Diophantus tercatat tentang
persamaan quadrat, namun belum terbentuk secara sistematis, karena itu sebelum
Al-Khwarizmi aljabar tak serius dan sistematis dipelajari. Meski begitu
terdapat perdebatan bahwa Al-Khwarizmi berkiblat pada ilmu matematika Yunani,
dan yang lain menyebut bangsa India dan Babylonialah inspirator karya
Al-Khwarizmi. Pertentangan opini itu tak mampu membuktikan adanya hubungan
antara karya Al-Khwarizmi dengan sumber-sumber yang diperkirakan sebelumnya.
Sejarawan matematika mengakui, bahwa mustahil jika mereka “terfokus pada
keaslian konsep dan model aljabar oleh Al-Khwarizmi, yang tidak diangkat dari
konsep aritmatika sebelumnya, juga bukan dari karya Diophantus ”.
Bagian
pertama tulisan Al-Khwarizmi menekankan teori-teori yang berkait dengan
subyeknya, memberi penerangan terhadap terminologi penulisan dan konsep penulis.
Bagian kedua, penekanan pada prosedur normal yang mensahkan penggunaan
perhitungan praktis untuk direduksi dengan dasar-dasar aljabar. Bagian akhir
berkenaan aplikasi aljabar bidang perdagangan, penelitian lapangan, pengukuran
geometri dan aplikasi hukum waris Islam.
Dalam
karya Algebra, ia gunakan istilah jadhr (roo) yang berasal dari istilah radix /
root, untuk penekanan awal. Menurut David E. Smith, ide pencatuman kata ’akar’
dalam istilah matematika karena awalnya selalu ditulis dalam tulisan Arab.
Terjemah edisi Latin menyebut radix sebagai istilah umum warisan peradaban
Romawi yaitu Latus. Radix (root) berasal dari kata jadhr dalam bahasa Arab,
sedang Latus (side) merupakan sisi dari suatu persegi geometri. Istilah ini tak
memiliki sinonim dalam bahasa Yunani, sebagai contoh, Diophantus menamakan
suatu kumpulan dengan istilah the number yang diartikan suatu kelompok besar
dari satu satuan. Al-Khwarizmi menggunakan istilah mal yang dimaksud adalah
pengganti square yang tak dapat diketahui meski terkadang gunakan untuk
pengganti istilah thing. Persamaan lain yang digunakan secara khusus adalah
istilah simple number yang disebut sebagai dirham.
Dengan
menggunakan ketiga istilah tersebut, Al-Khwarizmi membuat dalil bahwa semua
jenis masalah yang ada dapat digolongkan pada salah satu dari enam persamaan
dasar seperti di bawah ini:
Angka ekual
kuadrat (ax2 = c)
Angka ekual akar (bx = c)
Kuadrat dan akar ekual (ax2 + bx = c)
Kuadrat dan angka akar ekual (ax2 + c = bx)
Akar dan angka kuadrat ekual (bx + c = ax2)
Kuadrat ekual akar (ax2 = bx)
Poin
pertama dalam persamaan dasar adalah membuat kelengkapan identifikasi terhadap
kasus sederhana pada tingkat pertama. Keenam persamaan tersebut menunjukkan
bahwa Al-Khwarizmi tidak mengenal keberadaan bialangan negatif atau bilangan
nol sebagai suatu koefisien. Jika diamati dari karyanya, dia tidak mencantumkan
penandaan simbol tetapi menjabarkan segalanya, termasuk bilangan – bilangan
alam bentuk perkataan. Al-Khwarizmi mengenalkan bahwa terdapat dua hasil dari
akar quadrat, tetapi ia hanya menuliskan nilai positif, yang mungkin dapat
menjadi hasil irasional.
Al-Khwarizmi
membuat aturan (aljabar danal-muqabalah) untuk menyelesaikan masing-masing dari
keenam persamaan dan memberi penjelasan lengkap untuk memperkecil persoalan
terhadap masing-masing bentuk persamaan. Dalam bahasa matematika, istilah
aljabar (pemulihan) lebih cenderung mengacu kepada pengertian suatu nilai
positif, seperti contoh di dalam aljabar:
x2 = 40x – 4x2
dapat diubah menjadi bentuk aljabar 5x2 = 40x
Contoh lain dari buku
Al-Khwarizmi adalah:
50 + x2 = 29
+ 10x
Dengan proses
al-muqabalah, direduksi menjadi
21 + x2 =
10x.
Kedua
operasi tersebut digabungkan dengan operasi aritmatika seperti perkalian,
penambahan, pengurangan, dan pembagian dari bilangan nominal dan binominal
sebagaimana konsep dasar dari perhitungan konsep quadrat yaitu dapat
menyelesaikan berbagai masalah yang ada dalam karya Algebra Al-Khwarizmi.
Selanjutnya dari buku tersebut Al-Khwarizmi memberi contoh penyelesaian bentuk
ketiga yang digabung dengan persamaan quadrat, serta jenis persamaan yang
berbeda dengan bantuan angka-angka memakai ide keseimbangan permukaan.
Kemudian
setelah sepeninggal Al-Khwarizmi, keberadaan karyanya beralih kepada komunitas
Islam termasuk cara menjabarkan bilangan dalam metode perhitungan, bilangan
pecahan; pengetahuan aljabar yang merupakan suatu warisan untuk menyelesaikan
persoalan perhitungan; dan rumusan lebih akurat dari yang pernah ada sebelumnya.
Di dunia Barat, ilmu matematika lebih banyak dipengaruhi oleh karya Al-Khwarizmi dibanding karya penulis abad pertengahan. Masyarakat modern saat ini berhutang budi pada Al-Khwarizmi dalam hal penggunaan bilangan Arab. Notasi penempatan bilangan dengan basis 10, penggunaan bilangan irasional, dan diperkenalkannya konsep aljabar modern membuatnya layak jadi figur penting dalam bidang matematika di abad pertengahan. Sistem bilangan Arab yang diperkenalkannya membawa perubahan dalam komposisi dan karakteristik matematika dan revolusi proses perhitungan di abad pertengahan Eropa. Dengan penyatuan matematika Yunani, Hindu dan mungkin Babylonia, teks aljabar merupakan salah satu karya Islam di jagat dunia. Disamping itu kita juga tidak melupakan karyanya yang lain, seperti huruf-huruf aljabar, algoritma, penemuan notasi angka nol, nilai akar bilangan merupakan bukti peran Al-Khwarizmi mengembangkan pengetahuan tentang perhitungan
0 komentar:
Post a Comment